Monday 31 March 2008

Orang Sulit

Huh ! Suara Susi ketus sambil meletakkan kembali handset telepon. Suara itu agak keras hingga membuat seisi ruangan kaget. “Ada apa, Sus?” hampir bersamaan teman-teman Susi menanyakan apa yang telah terjadi.

“Dasar pelanggan nggak tahu diri, udah tagihannya cuma nggak sampai seratus ribu, marah-marah, pakai ngumpat-ngumpat segala, Dasar!!” jelas Susi sambil menyandarkan tubuhnya ke kursi dengan wajah kesal.

Saya ingat teman sekantor dulu di bagian CS, Anom yang juga bercerita tentang pelanggannya yang ketika datang langsung menggebrak meja dan mengacungjan telunjuk ke mukanya sambil marah-marah, gara-gara terjadi kesalahan jumlah tagihan.

Dalam sebuah pelatihan internal karyawan bagian customer service yang kebetulan saya menjadi pembicaranya, salah seorang peserta, sebut saja Yetty bercerita tentang pelanggannya yang sangat menjengkelkan. Ternyata sebagian besar peserta memang memiliki pengalaman yang hampir sama ketika bertemu pelanggannya. Dan anehnya yang mereka rasakan ketika bertemu pelanggan seperti itu juga sama, kesal, jengkel, sakit hati dan masih banyak lagi.

Pernah punya pengalaman yang sama? Tentu saja. Itu adalah hal yang jamak terjadi. Pelanggan yang datang marah-marah, menumpahkan kekesalannya, mengucapkan kata-kata yang menyakitkan –bahkan cenderung kasar- atau malah ada yang sampai membentak dan menggebrak meja. Lalu bagaimana sikap Anda ketika bertemu orang seperti itu? Itulah yang ditanyakan oleh Yetty. Bagaimana bersikap kepada mereka, atau bagaimana agar orang seperti ini cepat-cepat pergi dari hadapan kita? Nah lho …

Gede Prama menyebut orang seperti ini sebagai ‘Orang Sulit’. Sama seperti kita yang dulu pernah hidup di asrama atau tempat kost. Selalu ada saja cerita Ibu Kost yang suka nagih bayaran dengan wajah cemberut dan marah-marah.

Atau ada juga yang punya pengalaman punya guru yang killer, atau bos yang menjengkelkan. Baru masuk ruangan sudah tendang meja, banting pintu dan hampir tiap hari selalu marah-marah.

Untuk Anda yang bertemu orang-orang seperti itu, saya anjurkan Anda memberikan ucapan terima kasih kepada mereka. Atau bahkan sudah sepantasnya Anda memberikan hadiah kepada mereka, memberi bingkisan atau sekuntum bunga.

Kenapa?

Karena mereka adalah guru kehidupan yang sesungguhnya.

Karena bertemu dengan pelanggan yang menjengkelkan dan marah-marah kita jadi mengerti begitulah arti sebuah kesabaran. Mereka telah menunjukkan kepada kita mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak. Mana yang baik dan mana yang buruk. Mereka adalah sparring partner kita untuk berlatih kesabaran.

Orang sulit juga mengajarkan kepada dengan menunjukkan betapa menjengkelkannya mereka. Dan ini menjadikan kita mengerti bahwa sikap seperti itu tidak perlu dicontoh. Mereka juga sedang mendidik kita untuk menjadi lebih dewasa dan memahami betapa sulit menghadapi orang seperti mereka.

Sebaliknya jika justru ikut-ikutan menjadi marah, jengkel dan setelah itu ikut menggebrak mereka. Artinya kita telah gagal mengambil pelajaran dari mereka.
Ada banyak sekali contoh kesabaran dalam menghadapi penolakan dan orang-orang marah terjadi hampir setiap saat. Dan mereka sangat terbiasa dengan kemarahan orang. Uniknya ini tidak membuat orang-orang ini ikutan marah. Lihatlah tukang sol sepatu yang keliling komplek perumahan kita, betapa sabar mereka. Mungkin hanya 1 dari 100 orang yang mereka tawari akan menerima. Atau mbok jamu yang singah dari pintu ke pintu. Lihatlah tukang koran di pinggir jalan, tukang semir sepatu di pelabuhan, hingga pengemis dan juga pengamen jalanan.

Mereka akrab dengan wajah sinis dan kemarahan. Namun itu tidak menyurutkan semangat mereka untuk mengais rejeki.

Dan saya yakin kita lebih memahami makna kesabaran dibanding mereka. Saya yakin kita semua paham bahwa pekerjaan memberikan pelayanan kepada pelanggan membutuhkan stok kesabaran. Hanya pertanyaannya apakah kita memiliki stok kesabaran ketika bertemu dengan orang sulit? 99

No comments: