Tuesday 21 October 2008

Imajinasi dan Mimpi


Penelitian menunjukkan, semakin spesifik dan menantang suatu tujuan atau harapan, semakin efektif untuk memotivasi seseorang atau kelompok. Visualisasi adalah upaya untuk membayangkan tujuan dengan sejelas-jelasnya dan sedetail mungkin, sehingga seolah-olah tujuan itu telah terwujud.

Visualiasi persis seperti kita menonton film di TV, membayangkan seolah-olah yang kita tonton itu benar-benar terjadi, sehingga pikiran dan perasaan kita ikut hanyut dalam cerita film tersebut. Atau seperti mimpi yang kita alami ketika tidur, seolah ia menjadi nyata terjadi.

Coba Anda bayangkan syukuran perkawinan Anda yang ke-25. Bayangkan sebuah acara syukuran yang semarak, dimana teman-teman, orang-orang yang Anda cintai, dan kolega-kolega Anda dari segala penjuru tempat yang Anda singgahi dalam hidup Anda datang untuk mengatakan rasa hormat mereka. Bayangkan serinci mungkin, sejauh Anda bisa. Tempatnya, orang-orangnya, dekorasinya, dll. Ketika Anda membayangkannya, Anda sebetulnya melakukan visualisasi.

Anda bisa menggunakan cara visualiasi ini untuk menentukan tujuan Anda. Dengan melakukan visualisasi terhadap tujuan yang akan diraih, motivasi akan muncul. Semakin jelas, spesifik dan menantang visualsiasi yang Anda lakukan, semakin kuat motivasi yang akan muncul.

Visualisasi berbeda dengan mengkhayal. Jika mengkhayal atau melamun, berarti membayangkan sesuatu tanpa tujuan, abstrak dan melompat-lompat. Maka visualisasi berarti membayangkan sesuatu yang akan dituju. Visualiasi adalah membayangkan sesuatu dengan konkrit dan sistematis, sehingga muncul sebuah ”cerita” di benak kita. Persis seperti seorang penulis fiksi menuliskan sebuah cerita fiktif.

Mengkhayal dan melamun tak banyak manfaatnya dalam menumbuhkan motivasi seseorang. Sebab dengan lamunan, seseorang tak dapat membayangkan masa depannya dengan jelas. Berbeda dengan visualisasi.

Jika Anda membaca biografi para pemimpin, pengusaha, peneliti dan orang-orang ternama lainnya, Anda dapat melihat bahwa visualisasi menjadi salah satu faktor yang membuat mereka termotivasi untuk sukses. Sebagai kitab pedoman orang muslim, Al Quran banyak memakai teknik visuliasi ketika berbicara tentang syurga dan neraka, sehingga orang yang sering membaca Al Quran dapat membayangkan betapa nikmatnya syurga dan betapa betapa sengsaranya neraka.

Melakukan visualisasi berarti memerintahkan otak kita bekerja untuk mebayangkan sesuatu. Kita tidak mungkin melakukannya jika otak kita tidak membayangkan sesuatu.

Analogi mudah untuk visualisasi adalah mimpi. Bukan mimpi sebagai bunga tidur, namun impian berupa sebuah cita-cita, harapan, asa!

Mimpi mampu memberikan kita motivasi untuk berencana, bertindak, dan mengatur strategi. Dengan memiliki mimpi kita terpacu berusaha memulai langkah pertama menuju sukses yang kita impikan. Misalnya: para peserta kontes idola, pasti memiliki mimpi untuk menjadi pemenang, atau paling tidak masuk ke babak final dan tampil di televisi. Mimpi ini memotivasi mereka untuk pergi ke lokasi pendaftaran, mempersiapkan diri dengan berlatih sebelum audisi dimulai, sampai akhirnya, bagi yang mampu menembus audisi, bisa melanjutkannya ke tahap menyanyi dan tampil di panggung untuk ditonton jutaan penduduk Indonesia.

Impian kita tentang masa depan haruslah berorientasi kepada perubahan. Tanpa mimpi tak akan ada perubahan. Mimpilah yang membuka jendela ke perubahan positif di masa depan. Melalui mimpi kita bisa melihat masa depan yang bagaimana yang ingin kita ukir. Hari depan yang kita lukis dalam benak kita. Gambaran perubahan positif di masa depan inilah yang akhirnya mendorong kita mewujudkan perubahan tersebut. Semua yang ada di dunia mengalami 2 kali penciptaan. Diawali dengan disain, gambaran atau angan-angan.

Hal ini juga yang dialami Bill Gates dengan kerajaan Microsoftnya yang merevolusi penggunaan perangkat komputer yang ringan dan murah atau Michael Dell, dengan kerajaan Dell Computersnya yang merevolusi perakitan komputer yang murah dan meriah, serta Walt Disney dengan kerajaannya di bidang mainan dan animasi yang mengubah paradigma film kartun dengan meluaskan jangkauan pengaruh film animasi sampai ke taman hiburan Disneyland, yang pada awalnya berada di luar bayangan banyak orang.

Nah, bagaimana dengan Anda, sudahkah Anda memiliki imajinasi dan mimpi untuk pekerjaan Anda? Bagaimana imajinasi dan impian Anda tentang perusahaan tempat Anda bekerja, akan seperti apa kelak, atau akan menjadi apa Anda di masa datang dengan pekerjaan ini? Sudahkah Anda mempersenjatai mimpi Anda dengan berbagai kekuatan yang nantinya mampu mendorong Anda mewujudkannya?

Selamat bermimpi dan sukses untuk kita semua.[]

Tuesday 14 October 2008

Belajar dari Laskar Pelangi



Menonton film Laskar Pelangi memaksa saya beberapa kali menitikkan airmata. Bukan karena sedih karena meninggalnya Pak Harfan, sang kepala sekolah yang berdedikasi tinggi. Atau ketika ayahnya Lintang yang seorang nelayan meninggal saat sedang melaut. Namun saya terharu dengan semangat orang-orang yang ditokohkan dalam film ini dalam berjuang dalam belajar mengajar. Sebuah semangat yang sedikit demi sedikit milau memudar.

Film yang saat ini sedang diputar di bioskop-bioskop diseluruh Indonesia ini diangkat dari sebua novel laris karya sang fenomenal, Andrea Hirata. Ia seorang karyawan sebuah perusahaan telekomunikasi yang namanya dikenal di seluruh nusantara karena karyanya dalam dunia sastra. Novel-novelnya memenuhi hampir seluruh toko buku di negeri ini.

Dalam kisah ini diceritakan perjuangan 10 orang anak desa di Belitong, salah satu wilayah di Kepulauan Bangka Belitung. Lintang, Ikal, Mahar, Sahara dan keenam temannya adalah gambaran anak-anak desa yang ingin pendidikan murah di salah satu pulau terkaya di Indonesia itu. Mereka dididik oleh seorang guru berdedikasi tinggi, Bu Muslimah, dan seorang kepala sekolah yang pandai memotivasi anak-anak muridnya, Pak Arpan.

Semangat belajar. Itulah hikmah yang saya petik dari film ini. Sebuah motivasi yang harus selalu tertanam dalam diri kita dan bangsa ini. Semangat untuk senantiasa melakukan upgrade diri sendiri. Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan kita.

Belajar memang satu hal yang penting dalam kehidupan kita. Sepanjang waktu kehidupan adalah waktu untuk belajar. Long life education. Belajar bisa dilakukan dengan mengikuti pelatihan, seminar, talkshow dan acara training di perusahaan. Atau mengikuti pelajaran formal, kuliah, kursus atau mengikuti penjenjangan edukasi lainnya.

Dalam agama diajarkan konsep belajar seumur hidup. Belajar dari buaian sampai liang lahat. Bahkan mengingat pentingnya belajar ini, sebuah pepatah Arab menyebutkan belajarlah meskipun harus ke negeri Cina. Tidak ada batasan waktu maupun tempat untuk belajar.

Andreas Harefa menyindir kita agar mau ’Menjadi Pembelajar Sejati’ bukan hanya mengandalkan belajar formal. Justru tidak kalah penting adalah belajar dari pengalaman dan kehidupan keseharian kita adalah kelas pembelajaran yang tiada batas.

Rasulullah Muhammad memulai perubahan besar dengan mendidik para sahabat melalui proses panjang tarbiyah. Inilah pendidikan besar berjenjang yang ia lakukan untuk membentuk pribadi berkualitas itu. Sehingga hasil yang dicapai sungguh menakjubkan. Perubahan besar itu dimulai disana. Kemajuan teknologi dan peradaban. Demokratisasi, kemajuan berfikir dan melepaskan diri dari kejahilan.

Kita seharusnya senantiasa memiliki kemampuan adaptasi dan cakap teknologi. Luwes dan tidak kuper. Merespon perubahan dengan cepat dan tepat. Mengetahui dan menyelesaikan persoalan dengan bijak Semuanya berawal dari belajar. Maka marilah kita belajar mulai dari sekarang. Dan jadilah pemelajar sejati.

Jika dalam Laskar Pelangi, Lintang harus naik sepeda dari pesisir pantai dan dijalan sering dihadang seekor buaya besar tapi ia menjadi anak yang cerdas, berwawasan luas dan kemampuan berhitung melebihi kalkulator. Bu Muslimah yang rela dan tetap semangat mengajar meskipun hanya mendapat upah beberapa kilo beras. Pak Harfan yang selalu memompa semangat anak didiknya agar selalu berusaha untuk mencapai keberhasilan. Mereka dengan semngat tinggi menuntut ilmu di sebuah bangunan yang lebih jelek daripada kandang kambing.

Bagaimana kita yang saat ini memiliki fasilitas belajar jauh melampaui kondisi tersebut? Media belajar yang tersebar di sekililing kita. Teknologi yang mudah diakses oleh semua orang. Kenapa kita tidak belajar dari Laskar Pelangi, untuk menjadi pemelajar sejati? []