Monday 17 March 2008

Consumer Polygamy

Apa yang Anda bayangkan ketika mendengar kata poligami? Barangkali Anda akan membayangkan ayam bakar Wong Solo yang punya jus poligami. Atau Anda akan terbayang suami Anda, jangan-jangan ia punya ‘yang lain’.

Apapun yang Anda bayangkan, yang jelas consumer polygamy merupakan satu hal yang lumrah terjadi, kok bisa?

Coba ingat-ingat kembali, di kamr mandi kita mungkin ada 2 atau 3 merek shampoo sekaligus. Demikian juga pasta gigi, sikat gigi dan sabun. Hampir semua orang menggunakan produk yang berbeda dalam waktu sama. Juga perabotan di rumah Anda. Mungkin dalam satu kamar ada meja bermerek Ligna dan lemari berlabel Olympic. Bahkan yang punya 2 televisi pun dengan merek yang berbeda, yang satu JVC dan satunya Toshiba.

Yang paling jamak kita temukan adalah pengguna kartu seluler. Dalam satu rumah bisa jadi ada bermacam kartu seluler yang dipakai, bahkan berbeda operator. Anda, mungkin salah satu diantara orang yang mengkoleksi berbagai jenis kartu seluler.

“Consumer polygamy” adalah realita saat ini. Konsumen hanya akan menjalin hubungan monogami dengan merek tertentu bila kategori produk tersebut sangat penting baginya. Inilah salah satu kenyataan yang harus dipertimbangkan ketika mengharapkan loyalitas pelanggan.

Loyalitas pelanggan (customer loyalty) tidak disangkal lagi telah menjadi salah satu idola pimpinan perusahaan, bahkan menjadi tujuan strategis yang paling penting dari perusahaan kurun waktu belakangan ini.

Setiap tahun miliran rupiah dikucurkan oleh berbagai perusahaan besar hanya untuk mengejar aspek loyalitas pelanggan. Bayangkan saja daya pikat dari loyalitas ini memang luarbiasa. Apabila kita menggunakan program pencari di google.com, misalnya, untuk kata loyalty akan ditemukan lebih kurang 50.000 artikel yang secara khusus membahas tentang topik ini, lengkap dengan berbagai cara dan metode untuk meningkatkan kesetiaan dari konsumen. Demikian juga buku-buku yang ditulis oleh para ahli marketing dan customer service.

Dalam sebuah penelitian terhadap para pimpinan perusahaan yang dilakukan Conference Board tahun 2002, ditemukan bahwa loyalitas pelanggan dan retensi konsumen diyakini sebagai tantangan sangat penting dihadapi melebihi hal-hal yang berkaitan dengan pengurangan biaya, peningkatan nilai saham, ataupun pengembangan organisasi.

Hal ini juga lah yang mestinya kita pertimbangkan dalam melakukan pendekatan ke pelanggan kita, apapun jenis usaha kita. Terinspirasi dengan “Marketing wirh Love”, membangun loyalitas pelanggan hampir mirip dengan mencari pasangan, jadi jika boleh saya memberikan saran dalam membangun loyalitas pelanggan ini Anda mempertimbangkan hal-hal berikut:pilihlah konsumen Anda dengan cermat bila ingin mendapatkan pelanggan loyal, sebagaimana cinta loyalitas itu perlu untuk tumbuh, maka sabar dan tekun merupakan cara terbaik untuk membina loyalitas ini disamping perencaan yang tepat.

Berikutnya karena pelanggan suka berpoligami maka tumbuhkan kesadarn untuk menerima kenyataan tersebut, tidak perlu risau ketika melihat pelanggan Anda menggunakan produk lain, memninjam istilah Timothi L Keiningham dalam Loyalty Myths, yang penting fokuskan pada ’share-of-walet’ toh dia mereka masih menggunakan produk kita. Dan yang tidak boleh dilupakan adalah bahwa kegiatan loyalitas pelanggan adalah hubungan timbal balik, bukan hanya kepentingan perusahaan semata.

Satu lagi, belajar dari kebiasaan pelanggan yang cenderung memiliki ‘pilihan lain’ ini, maka kekuatan merek merupakan hal yang utama. Bukan promosi, Anda bisa mempelajari dalam “Hot Branding” yang mengupas habis tentang merek. Jadi, loyalitas pelanggan dan kekuatan merek memang harus dikelola secara bersamaan tanpa harus terpisahkan.99.

No comments: