Tuesday 14 October 2008

Belajar dari Laskar Pelangi



Menonton film Laskar Pelangi memaksa saya beberapa kali menitikkan airmata. Bukan karena sedih karena meninggalnya Pak Harfan, sang kepala sekolah yang berdedikasi tinggi. Atau ketika ayahnya Lintang yang seorang nelayan meninggal saat sedang melaut. Namun saya terharu dengan semangat orang-orang yang ditokohkan dalam film ini dalam berjuang dalam belajar mengajar. Sebuah semangat yang sedikit demi sedikit milau memudar.

Film yang saat ini sedang diputar di bioskop-bioskop diseluruh Indonesia ini diangkat dari sebua novel laris karya sang fenomenal, Andrea Hirata. Ia seorang karyawan sebuah perusahaan telekomunikasi yang namanya dikenal di seluruh nusantara karena karyanya dalam dunia sastra. Novel-novelnya memenuhi hampir seluruh toko buku di negeri ini.

Dalam kisah ini diceritakan perjuangan 10 orang anak desa di Belitong, salah satu wilayah di Kepulauan Bangka Belitung. Lintang, Ikal, Mahar, Sahara dan keenam temannya adalah gambaran anak-anak desa yang ingin pendidikan murah di salah satu pulau terkaya di Indonesia itu. Mereka dididik oleh seorang guru berdedikasi tinggi, Bu Muslimah, dan seorang kepala sekolah yang pandai memotivasi anak-anak muridnya, Pak Arpan.

Semangat belajar. Itulah hikmah yang saya petik dari film ini. Sebuah motivasi yang harus selalu tertanam dalam diri kita dan bangsa ini. Semangat untuk senantiasa melakukan upgrade diri sendiri. Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan kita.

Belajar memang satu hal yang penting dalam kehidupan kita. Sepanjang waktu kehidupan adalah waktu untuk belajar. Long life education. Belajar bisa dilakukan dengan mengikuti pelatihan, seminar, talkshow dan acara training di perusahaan. Atau mengikuti pelajaran formal, kuliah, kursus atau mengikuti penjenjangan edukasi lainnya.

Dalam agama diajarkan konsep belajar seumur hidup. Belajar dari buaian sampai liang lahat. Bahkan mengingat pentingnya belajar ini, sebuah pepatah Arab menyebutkan belajarlah meskipun harus ke negeri Cina. Tidak ada batasan waktu maupun tempat untuk belajar.

Andreas Harefa menyindir kita agar mau ’Menjadi Pembelajar Sejati’ bukan hanya mengandalkan belajar formal. Justru tidak kalah penting adalah belajar dari pengalaman dan kehidupan keseharian kita adalah kelas pembelajaran yang tiada batas.

Rasulullah Muhammad memulai perubahan besar dengan mendidik para sahabat melalui proses panjang tarbiyah. Inilah pendidikan besar berjenjang yang ia lakukan untuk membentuk pribadi berkualitas itu. Sehingga hasil yang dicapai sungguh menakjubkan. Perubahan besar itu dimulai disana. Kemajuan teknologi dan peradaban. Demokratisasi, kemajuan berfikir dan melepaskan diri dari kejahilan.

Kita seharusnya senantiasa memiliki kemampuan adaptasi dan cakap teknologi. Luwes dan tidak kuper. Merespon perubahan dengan cepat dan tepat. Mengetahui dan menyelesaikan persoalan dengan bijak Semuanya berawal dari belajar. Maka marilah kita belajar mulai dari sekarang. Dan jadilah pemelajar sejati.

Jika dalam Laskar Pelangi, Lintang harus naik sepeda dari pesisir pantai dan dijalan sering dihadang seekor buaya besar tapi ia menjadi anak yang cerdas, berwawasan luas dan kemampuan berhitung melebihi kalkulator. Bu Muslimah yang rela dan tetap semangat mengajar meskipun hanya mendapat upah beberapa kilo beras. Pak Harfan yang selalu memompa semangat anak didiknya agar selalu berusaha untuk mencapai keberhasilan. Mereka dengan semngat tinggi menuntut ilmu di sebuah bangunan yang lebih jelek daripada kandang kambing.

Bagaimana kita yang saat ini memiliki fasilitas belajar jauh melampaui kondisi tersebut? Media belajar yang tersebar di sekililing kita. Teknologi yang mudah diakses oleh semua orang. Kenapa kita tidak belajar dari Laskar Pelangi, untuk menjadi pemelajar sejati? []

No comments: